Minggu, 03 Maret 2013

Tawadlu'

TAWADLU’
Disusun oleh : N. A. Fadhillah

Suatu waktu dalam sebuah tayangan televisi swasta TV One menyajikan program acara “GERTUS” sebuah program yang mengulas tentang perilaku, sikap, tingkah gerak tubuh, tutur kata dan sebagainya yang apa adanya atau yang dibuat-buat. Acara itu di pandu oleh salah satunya bapak efendi Ghozali (pakar komunikasi politik) dalam acara gestur kali ini menghadirkan tokoh nasional bapak Dahlan Iskan (Mentri BUMN, mantan dirut PLN, mantan bos jawa pos, dan alumni pesantren). Dalam tayangan live (langsung) itu efendi ghozali bertanya: bapak dahlan!, anda duduknya kok gitu, sopan banget! Saya lihat dari tadi kepala dan badan anda selalu menunduk, tangan dimasukan kepaha begitu? Tadi pun ketika berjabat tangan dengan kami, anda bungkukkan badan? Anda ini besar lho pak? Kok nggak kaya bos-bos lain, pejabat-pejabat lain yang berdirinya tegak, duduknya tegap, kenapa pak?
Atas pertanyaan efendi ghozali itu pak dahlan iskan dengan senyum khasnya menjawab: “gak tahu ya! Saya begini sopan apa nggak! Saya begini sudah sejak dulu lho, tidak saya buat-buat, sejak di pesantren dulu saya selalu diajarkan untuk tawadlu’ dengan siapa saja dimana dan kapan saja”
Selain pak dahlan iskan, penulis mendapat cerita tentang ketawadlu’an dua ulama besar K.H. Asy’ari dan K.H. Muntaha Al-Hafidz. Suatu ketika K.H. Muntaha yang sedang bertugas di temanggung hendak berkunjung silaturahim ke kampung halamannya kalibeber wonosobo bertemu ayahandanya K.H. Asy’ari, sesampainya didepan Ndalem/rumah K.H. Asy’ari beliau K.H. Muntaha mengetuk pintu dan mengucap salam, kendati pun itu rumah sendiri atau rumah orang tuanya sendiri, beliau tidak berani masuk dan tidak berani duduk sebelum dipersilahkan masuk dan duduk karena ketawadlu’annya beliau kepada orang tuanya. K.H. Asy’ari yang mendengar bahwa tamunya adalah K.H. Muntaha (putranya) buru-buru memberishkan badan (berwudlu) memakai pakaian yang terbaik, dan memakai wangi-wangian. Semua ini untuk menghormati tamu yang datang sekalipun tamu itu adalah anaknya sendiri. Apa lagi tamu itu seorang ulama besar, itulah ketawadlu’an K.H. Asy’ari kepada putranya dan karena ilmunya.
Tawadlu’ (rendah hati) adalah tidak merasa diri lebih baik, tawadlu’ lawan kata takabur, rendah hati lawan tinggi hati (sombong). Rendah hati hanya bisa dimiliki orang yang kuat jiwanya. Karena ia seperti padi, semakin berisi semakin merunduk. Orang yang rendah hati mampu mengakui dan menghargai keunggulan orang lain, orang yang rendah hati mampu membuat orang yang lebih tinggi derajatnya merasa dihargai dan mampu membuat orang yang lebih rendah derajatnya tidak merasa minder atau merasa hina.
Rendah hati berbeda dengan rendah diri yang membuat tidak bisaa menggali potensi dan kemampuan dirinya menjadi lemah dan rendah, tetapi rendah hati atau tawadlu’ adalah kualitas jiwa yang menyimpan kekuatan besar, karena ia hanya tunduk kepada yang maha kuasa dan maha perkasa yaitu Allah SWT
1.      Anjuran bersikap rendah hati atau tawadlu’ dalam Al-Qur'an
-          “dan hamba-hamba Allah SWT yang maha penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan renah hari”…(Q.S. Al-Furqon: 63)
-          Dan rendah lah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman (Q.S. Al-Syu’aro: 215)”
2.      Anjuran untuk rendah hati atau tawadlu dalam al-hadits
-          Rasulullah SAW bersabda: bertawadlu’ itu tidak menambah sesuatu bagi seorang hamba melainkan ketinggian, maka rendah hatilah kamu, pasti Allah SWT akan meninggikan kamu. (H.R. Abiddunnya)
-          Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT telah memberi wahyu kepada saya, hendaklah kamu merendahkan hati, sehingga tida ada sifat sombong diantara satu dengan yang lain dan tidak ada kedurhakaan antara satu dengan yang lain. (H.R. Muslim)
3.      Anjuran atau tawadlu’ menurut para ulama
-          Imam syafi’I berkata: Rendah hatilah! Engkau menjadi seperti bintang, dia berada tinggi di langit, tetapi di permukaan air dia tampak rendah
-          Abu hasan Al-Busyanji berkata: barang siapa merendahkan hatinya, maka Allah SWT akan memuliakannya, dann barang siapa memuliakan dirinya, maka Allah SWT akan merendahkan di mata para hamba.
-          Arroshadi berkata: Syarat para pelayan (hamba yang menjalankan ketaatan kepada Allah SWT) adalah bersikap tawadlu’ dan berserah diri.
-          Sahal bin Abdullah berkata: “Wajibkanlah diri kalian untuk bertawadlu’ niscaya kalian akan selamat dari tuntutan, barang siapa bertawadlu’ kepada Allah SWT maka dia tidak akan bersikap sombong kepada makhluk”
-          Syekh K.H. Muntaha Al-Hafidz berkata: Tawadlu’ itu seperti air, setinggi apapun tempatnya air akan mengalir ke arah dan tempat yang lebih rendah.

Karya SD Takhassus Al-Qur'an
Kalibeber Mojotengah Wonosobo
Diterbitkan pada Edisi I    Maret 2013 M    
                                      Robi’ul Akhir 1434 H

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo