Senin, 31 Mei 2010

Adab Membaca al-Quran

Adab Membaca al-Quran

Tadi pagi saya sempat bertanya pada istri, "adab membaca al-Quran bagaimana?"


Istri saya menjelaskan bahwa sebelum kita membaca Al-Qur'an maka sebaiknya diketahui adab membaca Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah kitab suci yang harus dihormati dan diagungkan. Adab secara batin, terlebih dahulu pembaca Al-Qur'an ketika memulainya ia harus menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-kalimat itu.

Kita harus yakin bahwa yang kita baca itu bukanlah kalam manusia, tetapi adalah kalam Allah azza wa jalla. Membesarkan kalam Allah itu bukan saja membacanya, tetapi juga mendengarkannya sesuai dengan firman Allah swt dalam Surat al-A’raf ayat 205: “Dan apabila dibacakan Al- Qur'an maka dengarkanlah (baik-baik) dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”


Dan saya pernah membaca buku tentang adab membaca Al-Qur'an menurut dalam kitabnya At-tibyan Fi Hamalatil Quran tulisan Syeikh Nawawi, sebagai berikut:

1. Hendaklah membersihkan mulutnya dengan menggosok
gigi atau dengan siwak.

2. Hendaknya dalam keadaan suci atau membaca Al- Qur'an setelah berwudhu (Q.S. al-Waqi’ah [56] ; 79).

3. Membaca Al-Qur'an di tempat yang bersih dan suci

4. Dianjurkan membacanya sambil menghadap kiblat

5. Dimulai dengan membaca ta’awwudz yakni bacaan a’udzubillâhi minasy syaithanirrajîm.

6. Tidak lupa membaca bismillâhirrahmânirrahîm pada awal surat kecuali surat at-Taubah.

7. Apabila mulai membaca, hendaklah bersikap khusyuk dan merenung. (Q.S. Muhammad [47] ; 24).

8. Dianjurkan untuk mengulang-ulang bacaan ayat untuk direnungkan artinya.
9. Sebaiknya menangis ketika membaca Al-Qur'an (QS. Al-Maidah [05]: 83, QS. Al-Isra [17]: 107, QS. As-Sajadah [32]: 15)

10. Membaca Al-Qur'an dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang.

11. Membaca Al-Qur'an dengan suara yang bagus lagi

12. Dianjurkan bila melewati ayat yang mengandung rahmat agar memohon karunia kepada Allah ta’ala.
Artikel Terkait :

Cerita dalam Dunia Anak

Cerita dalam Dunia Anak

Cerita fiksi, dengan niat sebaik apapun -termasuk “berdakwah”, tetaplah kedustaan. Sehingga tak sepantasnya anak-anak kita dijejali oleh beragam cerita rekaan yang hanya akan memperkuat fantasi khayalnya. Terlebih cerita-cerita tersebut, baik yang berbentuk cerpen, komik, ataupun novel, mengandung hal-hal yang bisa merusak akidah mereka.

Kalau kita berkunjung ke perpustakaan atau toko buku, deretan buku cerita untuk anak-anak sangat mudah kita jumpai. Dari cerita legenda sampai yang bertema agama. Mulai cerita daerah sampai cerita yang diadopsi dari negeri asing.

Memang, anak-anak –sebagaimana orang dewasa– sangat menyukai cerita. Cerita memang bisa menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan dan menanamkan berbagai nilai, baik positif maupun negatif, pada diri anak.

Namun sayang, sebagian besar cerita yang disuguhkan kepada anak-anak adalah cerita fiksi. Dengan kata lain, menyuguhkan kedustaan dan khayalan. Ironisnya, cerita-cerita seperti inilah yang justru digemari oleh anak-anak, termasuk anak-anak kaum muslimin. Karakter-karakter khayal dan asing dengan alur cerita yang mengasyikkan membuat mereka menjadi pengkhayal; ingin menjadi seorang “jagoan” yang perkasa atau seorang “putri” yang lembut dan jelita.

Isi cerita pun turut mendukung kerusakan yang ada. Cerita yang seram dan menakutkan membuat anak menjadi ciut nyali dan kehilangan keberaniannya. Bahkan banyak cerita yang nyaris meruntuhkan tauhid. Cerita tentang “kantong ajaib” sampai “peri yang baik” bisa membuat anak percaya, segala yang mereka inginkan bisa tercapai bukan melalui kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wal ‘iyadzu billah!

Kalaupun ada cerita bertema agama –baik yang tercantum di rubrik-rubrik kisah majalah anak ataupun yang terbukukan–, seringkali yang ada adalah cerita rekaan, atau kisah-kisah yang benar namun dibumbui dengan berbagai tambahan dan pengurangan. Semuanya berujung pada kedustaan.

Tidak dipungkiri, cerita dapat menimbulkan pengaruh bagi yang mendengar atau membacanya. Oleh karena itulah di dalam Al-Qur`an kita dapati berbagai kisah yang bermanfaat, tentang para nabi ataupun umat-umat terdahulu. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menuturkan kisah-kisah dengan bahasa yang begitu fasih, penyampaian yang begitu jelas dan gamblang.

Namun bedanya, kisah-kisah dalam Al-Qur`an maupun yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi tentang kenyataan yang benar-benar terjadi dan jauh dari sekadar dusta dan khayalan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي اْلأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi sebagai pembenar kitab-kitab yang sebelumnya dan penjelas segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula tentang Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى

“Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya. Yang dikatakannya itu tidak lain wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4)

Maka dari itu, mestinya kita benar-benar memerhatikan ketika hendak memilihkan bacaan, menuliskan cerita atau menuturkan kisah kepada anak-anak. Tak boleh ada unsur kedustaan sepanjang cerita itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)

Dusta, biarpun dalam rangka berkisah yang sifatnya menghibur anak-anak, tetaplah dilarang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan hal itu dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

“Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, kita perlu waspada dan ekstra hati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan seperti ini. Apalagi jika kita terbiasa membuat-buat dongeng atau cerita rekaan, hingga tanpa terasa kita jadi terbiasa berdusta. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa orang yang terbiasa berdusta akan dicatat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang pendusta. Na’udzu billah!

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إلَى الْجَنَّةِ ومَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَلاَ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga, dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta akan membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka, dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk dusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Dusta juga termasuk perangai orang munafik. Demikian dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga: bila bicara dia dusta, bila berjanji dia mengingkari, dan bila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107)

Lebih dari itu, dusta merupakan dosa besar yang diancam dengan azab di neraka, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa suatu pagi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat:

إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا قَالاَ لِي: انْطَلِقْ. وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا…- الْحَدِيثَ- وَفِيهِ: وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكِذْبَةَ تَبْلُغُ الْآفَاقَ

“Semalam aku didatangi oleh dua orang malaikat, lalu mereka berdua mengajakku pergi. Mereka berkata padaku, ‘Mari kita pergi!’ Aku pun pergi bersama mereka berdua….” (sampai beliau mengatakan), “Adapun orang yang kaulihat sedang merobek/memotong mulutnya hingga ke tengkuknya, hidungnya hingga ke tengkuknya, kedua matanya hingga ke tengkuknya adalah orang yang suka berangkat di pagi hari dari rumahnya, lalu dia membuat kedustaan, sampai kedustaan itu mencapai seluruh penjuru.” (HR. Al-Bukhari no. 7047)

Orang seperti ini berhak mendapatkan azab, karena berbagai kerusakan yang timbul dari kedustaan yang dibuatnya. Sementara, dia melakukan dusta itu dengan keinginannya, bukan karena dipaksa atau karena terdesak. (Fathul Bari, 12/557)

Ancaman apa lagi yang lebih mengerikan daripada azab seperti ini?

Kalau memang kita ingin memberikan kisah-kisah untuk memberikan pelajaran kepada anak dan menanamkan akhlak yang baik, kita bisa mengambil cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Atau melalui kisah hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, dari kitab-kitab biografi yang ditulis oleh para ulama, yang di dalamnya sarat dengan keteladanan dan pelajaran serta dituturkan sebagaimana jalan cerita yang ada, tanpa pengurangan dan penambahan, sekalipun kita menuturkannya dengan bahasa anak-anak.

Yang banyak pula ditemukan sekarang ini, kisah-kisah para tokoh Islam, baik dari kalangan para rasul, sahabat, dan yang lainnya, dalam bentuk cerita bergambar. Nabi Adam ‘alaihissalam maupun nabi-nabi yang lain digambarkan sedemikian rupa dalam ilustrasi buku cerita maupun karakter film kartun. Begitu pula tokoh-tokoh yang lainnya.

Yang seperti ini dilarang, karena jelas-jelas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membuat gambar-gambar makhluk bernyawa ataupun menyimpannya di dalam rumah. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan:

سَمِعْتُ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

“Aku pernah mendengar Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya’.” (HR. Al-Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 5507)

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memasukkan gambar (makhluk hidup) ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 1749, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيُقَالُ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ. وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ

“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) seperti ini akan diazab pada hari kiamat dan dikatakan pada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan ini!’.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa) tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 2107)

Di samping itu, perbuatan semacam ini mengandung pelecehan terhadap para nabi dan para tokoh yang digambarkan. Demikian difatwakan oleh para ulama, sebagaimana termaktub dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz t: “Dilarang menggambar para sahabat atau salah seorang di antara mereka, karena hal itu mengandung peremehan dan pelecehan terhadap mereka, serta mengakibatkan penghinaan terhadap para sahabat. Walaupun diyakini di sana ada maslahat, namun mafsadah yang ditimbulkan jauh lebih besar. Sementara segala sesuatu yang mafsadahnya lebih besar itu terlarang. Keputusan tentang larangan atas hal ini telah ditetapkan dalam Majlis Hai`ah Kibaril ‘Ulama. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta`, 1/712 no. 2044)

Bagaimana kiranya dengan menggambar para nabi yang lebih mulia daripada para sahabat? Tentu lebih jelas lagi pelarangannya.

Sudah semestinya kita bersikap bijak untuk memilah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang membahayakan, baik untuk anak-anak maupun diri kita.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Artikel terkait:


Materi Mata pelajaran untuk anak SD perlu atau tidak?

Materi Mata pelajaran untuk anak SD perlu atau tidak?

Ketika ada pertanyaan apa bunyi pasal 27 UUD dalam soal UAS atau UPM di sekolah dasar. rasanya kok lucu dan menggelitik. Ketika anak hafal pasti akan senang menjawab, untuk anak yang gak hafal pasti bingung, dan menggerutu soal kok seperti ini, apa saya harus hafal isi UUD?… wong anggota DPR / MPR yang bikin aja gak hafal apalagi saya, dan gunanya saya hafal juga buat apa, emang gue pikirin. Tapi klo disuruh jawab ya.. akhrnya menghitung kancing aja yang penting diisi, syukur-syukur bener he….

Melihat kejadian di atas maka kiranya pemerintah khususnya menteri pendidikan dan departemennya harus mempunyai langkah-langkah yang konkret untuk menghasilkan investasi yang luar biasa yaitu generasi penerus bangsa Indonesia ini. Kalau tidak mau dibawa kemana bangsa ini?… Sebagai orang yang berkecipung di dunia pendidikan rasanya hati ini melihat bahwasannya pemerintah hanya sekedar mengurusi proyek pembuatan kurikulum, sertifikasi guru, dll. tanpa memperhatikan kondisi anak bangsa sesungguhnya. Realitanya bahwa kurikulum dibuat untuk memenuhi tuntutan sipembuat, dan mengejar prestice di tingkat manca negara dengan bangga pamer menjadi juara dunia olimpiade mata pelajaran, disisi lain banyak anak di pedalaman yang masih belum bisa membaca atau menulis, bahkan di kota maupun desa juga masih sulit mengerjakan soal UPM ataupun UAS. Mengapa demikian? kalau dikaji saya melihat bahwa materi yang diberikan ditingkat sekolah dasar cenderung tidak memperhatikan kondsi kejiwaan, sosial, emosional, intelegensi seorang anak. Akhirnya guru berusaha bagaimana menyampaikan materi sebanyak-banyaknya agar dapat mengerjakan soal, dan berorientasi bagaimana sekolahnya dipandang masyarakat unggul dikarenakan nilai yang tinggi, bukan bagaimana belajar yang asyik bagi anak. Hal inilah yang menyiksa anak bangsa kita. Pada saat SMA atau perguruan tinggi anak bangsa ini menjadi loyo, stres, maka mudah sekali untuk dijajah oleh bangsa lain, dengan diberi minuman keras, narkoba, dsb. apakah ini akan berlanjut terus?…………….. ayo pak mentri ubah kurikulum kita yang tidak bermanfaat bagi anak bangsa ini.

Kalau boleh usul nih sebaiknya mata pelajaran yang tidak bermanfaat bagi anak di hilangkan aja seperti PPKn. dan mata pelajaran yang lain disesuaikan dengan perubahan jaman dan sesuai tingkat usia anak, misal untuk IPS masalah geografis wilayah Indonesia bukan hafalan nama profensi dan ibu kota, dll. tapi bagaimana cara membaca peta yang baik ini yang ditekankan. masalah kebudayaan mengapa anak kita disuruh hafal tari a berasal dari b. Hal ini lah yang membuat anak bangsa ini tidak paham dan cinta terhadap budaya nusantara. ujung-ujungnya kebudayaan kita dicaplok negara lain. ya nggak…. sedangkan anak bangsa kita cepat mengikuti tradisi barat yang nota bene bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Untuk mencegah itu salah satu jalan mkeluarnya adalah pendidikan dengan benar-benar menekankan kurikulum berdasarkan budaya bangsa Indonesi bukan mengapdosi budaya atau kurikulum bangsa lain. Hal ini saya kiraterjadi dikarenakan bangsa Indonesia tidak mempunyai kepercayaan diri dan terlalu mengagungkan bahasa inggris, dengan dalih ilmu pengetahuan selalu berbahasa inggris. cobalah berpikir wahai manusia indonesia orang inggris tidak mau belajar bahasa indonesia mengapa kita selalu mengunggulkan bhs inggris lucu sekali bangsa ini. Ayo berubah…. segera berubah….

Artikel terkait :

Minggu, 30 Mei 2010

10 Cara untuk Meningkatkan Prestasi di Sekolah

10 Cara untuk Meningkatkan Prestasi di Sekolah
1. Jadilah seorang pemimpin. Latihlah rasa tanggung jawabmu.
Apabila guru meminta bantuanmu untuk mengerjakan sesuatu misalnya membersihkan kelas, jangan ragu untuk menerimanya. Ajak beberapa teman kelas dan pimpin mereka untuk membersihkan kelas bersama-sama.
2. Mendengarkan penjelasan guru dengan baik.
Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru apabila kamu mengetahui jawabannya. Jangan menunggu guru untuk memanggil kamu untuk menjawab pertanyaan.
3. Jangan malu untuk bertanya.
Selalu ajukan pertanyaan kepada guru apabila tidak mengerti tentang sesuatu hal.
4. Kerjakan PR dengan baik, jangan selalu mencari alasan untuk tidak mengerjakannya.
Jangan malas mengerjakan PR dengan alasan lupa atau menunda-nunda mengerjakannya. Enak kan kalau kita cepat mengerjakan PR, jadi masih punya banyak waktu untuk bermain dan nonton TV deh!
5. Setiap pulang dari sekolah, selalu mengulang pelajaran yang tadi diajarkan.
Nanti sewaktu ada ulangan jadi tidak banyak yang harus dipelajari! Asyik!
6. Cukup istirahat, makan dan bermain.
Semuanya dilakukan secara berimbang. Setelah pulang sekolah, kita sering ingin cepat-cepat bermain dan melupakan segala hal penting lainnya, contohnya makan dan istirahat. Padahal setelah seharian di sekolah, tak terasa badan kita membutuhkan masukan energi tambahan yang bisa didapatkan dari istirahat dan makanan yang kita makan. Oleh karenanya kita harus dapat membagi waktu untuk makan, istirahat dan bermain. Kalau semuanya dilakukan dengan baik, badan jadi segar setiap hari! Jadi tidak sering mengantuk di kelas!
7. Banyak berlatih pelajaran yang kurang disuka.
Apabila kamu tidak menyenangi suatu mata pelajaran, contohnya matematika, maka banyak-banyaklah berlatih, mengikuti kursus atau belajar berkelompok dengan teman. Sehabis belajar bisa bermain dan menambah teman baru di tempat kursus. Selain itu, siapa tahu dari kurang menyukai matematika, kalian malahan menyukainya.
8.

Ikutilah kegiatan ektrakurikuler yang kamu senangi.
Cari tahu kegiatan apa yang cocok dan kamu suka. Contohnya apabila kalian suka pelajaran tae kwon do, cobalah untuk mengikuti kursus dari kegiatan tersebut, sehingga selain belajar pelajaran-pelajaran yang diajarkan di sekolah, kalian juga dapat mendapatkan pelajaran tambahan di luar sekolah.

9. Cari seorang pembimbing yang baik.
Orangtua adalah pembimbing yang terbaik selain guru. Apabila ada yang kurang jelas dari keterangan guru di sekolah, kalian dapat menanyakan hal tersebut kepada orang tua. Selain itu, kalian juga dapat belajar dari teman yang berprestasi.
10. Jangan suka mencontek teman.
Kalau mencontek, kamu bisa bodoh karena tidak berpikir sendiri. Lagipula belum tentu, teman yang kamu contek itu menjawab pertanyaan dengan benar. Belum lagi kalau ketahuan guru dan teman lain, malu kan? Kalau kamu rajin belajar, pasti bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar sehingga ulangan dapat nilai baik.
Artikel terkait :

Sabtu, 29 Mei 2010

MATERI AJAR GEJALA ALAM DAN TATA SURYA.

MATERI AJAR GEJALA ALAM DAN TATA SURYA.
Kesulitan para guru untuk mengajarkan materi secara efektif dan menarik adalah kesulitan menemukan alat peraga yang ideal. Akibatnya, jika alat peraga kurang sesuai atau tidak ada hasil instruktusional kurang optimal. Parahnya hal ini tidak dijadikan refleksi guru dalam mengajar. Kebanyakan guru bahkan mengajar tanpa persiapan sama sekali. Jadi guru juga ikut bertanggung jawab jika ada anak didiknya tidak lulus ujian nasional.
Rasa penyesalan juga dirasakan oleh siswa. Saya menemukan beberapa kasus yang saya alami sendiri dan juga rekan- rekan saya. Kebanyakan kami merasa kuper tentang materi karena dasar pengetahuan kurang ditanamkan secara maksimal oleh guru SD. Teman saya A merasa menyesal saat mengikuti lomba murid teladan, dari 25 soal dia hanya paham 5 soal dan yang lainnya god willing. Begitu juga teman saya B, saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi ia hanya menatap soal. Menurut mereka, guru mereka belum pernah mengajarkan materi – materi tersebut.
Memang, kesalahan mendasar yang dilakukan oleh kebanyakan guru saat ini adalah formalitas dalam mengajar dan tidak berusaha melakukan SWOT persiapan secara matang. Akhirnya mereka hanya mengajar secara verbalitas. Anak – anak tidak tertarik dan akhirnya bercerita sendiri atau melamunkan ingatannya dirumah. Seharusnya sebagai guru kita harus malu dan sudah memulai meninggalkannya.
Lalu, bagaimana cara kita mencari solusinya ? Ya tentu dengan membuat alat peraga atau meminjam alat peraga. Setiap guru adalh kolega bagi yang lain. Tidak ada persaingan dan harus saling membantu. Oleh karena itu saya mencoba untuk berbagi sedikit tentang alat peraga dan materi IPA tata surya kelas 6. Semoga bermanfaat.


Kamis, 27 Mei 2010

Yang Dapat Menghalangi Hafalan

Yang Dapat Menghalangi Hafalan


Setelah kita mengetahui beberapa kaidah dasar untuk menghafal Al-Quran maka sudah sepantasnya bagi kita untuk mengetahui beberapa hal yang menghalangi dan menyulitkan hafalan agar kita dapat waspada dari penghalang-penghalang tersebut.

Di antaranya:

1. Banyaknya dosa dan maksiat.

Sesungguhnya dosa dan maksiat akan melupakan hamba terhadap Al-Quran dan terhadap dirinya sendiri. Hatinya akan buta dari dzikrullah.

2. Tidak adanya upaya untuk menjaga hafalan dan mengulangnya secara terus-menerus. Tidak mau memperdengarkan (meminta orang lain untuk menyimak) dari apa-apa yang dihafal dari Al-Quran kepada orang lain.

3. Perhatian yang berlebihan terhadap urusan dunia yang menjadikan hatinya tergantung dengannya dan selanjutnya tidak mampu untuk menghafal dengan mudah.

4. Berambisi menghafal ayat-ayat yang banyak dalam waktu yang singkat dan pindah ke hafalan lain sebelum kokohnya hafalan yang lama.

Kita mohon pada Allah Subhanahu wa Ta`ala semoga Dia mengkaruniakan dan memudahkan kita untuk menghafal kitab-Nya, mengamalkannya serta dapat membacanya di tengah malam dan di tepi siang. Wallahu alam bishawwab.

(Ummu Abdillah & Ummu Maryam, dinukil dari kutaib: “Kaifa Tataatstsar bil Quran wa Kaifa Tahfadzuhu?” oleh Abi Abdirrahman)

Link terkait :

PENDIDIKAN USIA DINI DI AWAL SEKOLAH DASAR

PENDIDIKAN USIA DINI DI AWAL SEKOLAH DASAR

Di Indonesia, yang dimaksud dengan anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun. Jadi, sedikit berbeda dari konsep usia dini yang berlaku di mancanegara, yaitu usia 0-8 tahun sesuai konvensi anak dunia.

Perbedaan batasan usia sebetulnya tak jadi masalah kalau konsep pendidikan anak usia dini diterapkan dengan belajar melalui bermain (learning through playing). Sejauh ini, sistem pendidikan anak usia dini 0-6 tahun di Indonesia memang sudah diterapkan. Sejak sekitar tahun 98, banyak lembaga prasekolah yang mengadopsi sistem pendidikan anak usia dini dari luar negeri. Meski sistem tersebut kerap “dituduh” tidak sesuai dengan latar budaya kita. Seiring berjalannya waktu dan pemahaman mengenai pendidikan anak usia dini (PAUD), sejak tahun 2000-an mulai banyak pakar dan tenaga pendidik yang mendalami masalah ini.

Namun kemudian, tersisa masalah bagi anak di rentang usia 6-8 tahun. Bagaimana mengisi “kekosongan” tersebut? Perlukah sistem yang sudah diterapkan saat ini di sekolah-sekolah dasar diganti atau diubah mengikuti konsep PAUD 0-8 tahun?

SEKOLAH DASAR AWAL

Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.

Kenyataannya di sini, anak usia 6-8 tahun yang tengah berada dalam masa peralihan dari prasekolah (TK) ke sekolah dasar (SD) sudah dituntut mengembangkan berbagai keterampilan dasar yang sifatnya akademis. Tak sedikit guru yang menyalahartikan bahwa siswa kelas 1 dan 2 sudah harus menguasai keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).

Itulah mengapa pembelajaran di awal sekolah dasar di sini sudah bersifat skolastik alias mengedepankan logika. Imbas-nya, anak jadi terpasung di meja belajar hanya untuk menyimak penjelasan guru mengenai materi pelajaran. Yang tak kalah mengenaskan, perolehan informasi lebih dititikberatkan pada hafalan dan bukannya mengetahui sesuatu berdasarkan pema- haman. Akibatnya, anak jadi kurang terlatih mengembangkan kemampuan menganalisa dan berpikir kreatif.

Padahal, menurut konsep PAUD yang sebenarnya, mereka seharusnya dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.

Hanya saja, meski sama-sama melalui cara yang menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya.

JIKA TAK SESUAI KONSEP

Jika di sekolah dasar awal, pendidikan anak tak sesuai dengan konsep PAUD, maka berbagai kendala sudah menghadang di depan mata. Terutama kendala psikis yang akhirnya akan berdampak pada proses belajarnya. Salah satunya anak bingung dan merasa dirinya tidak siap menerima materi pelajaran.

Kebingungan ini bisa dimengerti mengingat lingkungan yang dimasukinya juga serba-baru, baik teman, guru maupun suasana kelasnya. Akibatnya, bukan mustahil anak lantas mogok sekolah. Kalaupun dijalaninya, besar kemungkinan penuh keterpaksaan sehingga materi pelajaran yang disampaikan guru tak dapat diserapnya dengan baik. Dampak buruk berikutnya, potensi kecerdasan anak tidak berkembang secara optimal.

PUSAT PEMBELAJARAN

Nah, agar masa peralihan ini tidak terlalu mengejutkan, anak perlu diantarkan pada proses belajar yang menyenangkan. Awalnya, sekolah bisa mengadakan program pengenalan pada lingkungan sekolah seperti guru, teman-teman, suasana kelas, cara belajar di kelas dan sebagainya. Tak perlu kelewat sering, cukup sebanyak 2-3 kali pertemuan. Ini penting mengingat tak semua anak punya kemampuan beradaptasi yang sama baik pada lingkungan barunya.

Proses pembelajaran pun harus sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep membaca dan berhitung, contohnya, haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak. Yang tidak kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya dan bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya “CBSA” yang kerap diplesetkan sebagai “Catat Buku Sampai Abis“.

Sementara pendidikan usia dini yang diberikan dalam keluarga juga harus berpijak pada konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang diterapkan orang tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak untuk mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu terbesar yang dimiliki anak adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.

BUTUH KEAHLIAN

Menerapkan sistem pendi- dikan anak usia dini, khususnya bagi siswa sekolah dasar awal memang bukan hal mudah. Baik guru maupun orang tua dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan tertentu. Berikut beberapa di antaranya:

* Memahami karakteristik anak usia dini

Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.

* Memahami konsep pendidikan anak usia dini

Baik guru maupun orang tua idealnya memiliki bekal pemahaman tentang pembelajaran anak usia dini yang mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Termasuk seperti apa materi pembelajarannya dan bagaimana proses penyampaiannya dengan tidak mengabaikan karakteristik anak sebagai individu pembelajar yang unik.

* Kreatif

Guru dan orang tua yang kreatif sangat berperan dalam proses pendidikan anak usia dini. Dari mereka dituntut kreativitas tinggi agar dengan berbagai cara menyenangkan dapat mengaktifkan seluruh siswa sekaligus memotivasi anak untuk terus belajar.


Link terkait :

Penekan-penekanan yang harus diberi dalam pendidikan anak-anak

Penekan-penekanan yang harus diberi dalam pendidikan anak-anak

Untuk melahirkan kanak-kanak yang berjiwa ‘teguh’ terhadap Islam, berkeperibadian seimbang dan bersifat rabbani, maka mereka seharusnya menerima pendidikan menyeluruh dan seimbang. Jesteru itu para pendidik (murabbi) dalam menyediakan bahan-bahan pendidikan mereka hendaklah menyentuh semua aspek yang diperlukan bagi mencapai kesempurnaan hidup sebagai manusia.

Antara silibus pendidikan-pendidikan yang perlu diberi perhatian ialah:

1. Pendidikan Keimanan (Pendidikan Imaniyah)

1.1 Pendidikan Keimanan kepada Allah

1.2 Pendidikan Jiwa dengan akhlak mulia (Sifat Al-Hikmah, Sifat Al-Iffah, Sifat Asy-Saja’ah, Sifat Al-Adalah)

2. Pendidikan Kerohanian (Pendididikan Ruhaniyyah)

3. Pendidikan Aqal (Pendididikan Aqliah)

4. Pendidikan menanamkan kemerdekaan Jiwa (Pendididikan Nafsiah)

5. Pendidikan Kesihatan Jasmani (Pendididikan Jismiah)

6. Pendidikan Pergaulan (Pendididikan Ijtima’iah)

7. Pendidikan Pergaulan Antara Jantina (Pendididikan Jinsiah)

8. Pendidikan Kemahiran.

Tambahan & Perincian

Pembinaan Akhlak

Asas pertama : Adab (Sopan-santun)

Asas kedua : Jujur

Asas ketiga : Menjaga rahsia

Asas Keemapat : Amanah

Asas Kelima : Lapang dada dan tidak dengki

Pembinaan Perasaan

Asas pertama : Kucupan dan kasih sayag kepada anak

Asas kedua : Bermain dan bercanda dengan anak

Asas ketiga : Memberi hadiah dan saguhati kepada anak

Asas Keempat : Membelai kepala anak

Asas kelima : Menyambut anak dengan baik

Asas keenam : Mengambil tahu keadaan anak dan menanyakannya

Asas ketujuh : Perhatian dan jagaan khusus kepada anak perempuan dan anak yatim

Asas kelapan : Seimbang(adil) dalam memberikan kecintaan kepada anak tanpa berlebihan dan pengabaian.

Pembinaan Keilmuan dan Pemikiran

Asas pertama : Menanamkan kecintaan kepada ilmu dan adab-adabnya kepada anak.

Asas kedua : Memberikan tugas menghafaz sebahagian dari ayat-ayat al-Quran dan hadith.

Asas Ketiga : Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak

Asas keempat : Mengajarkan bahasa arab kepada anak

Asas Kelima : Mengajarkan bahasa asing kepada anak

Asas keenam : Membimbing anak sesuai dengan kecenderungan ilmiahnya

Asas Ketujuh : Perpustakaan Rumah dan pengaruhnya bagi pembinaan keilmuan anak.

Asas kelapan : Kisah para ulama salafus soleh dalam menuntut ilmu kecil

Pembinaan Dorongan Syahwat

Asas pertama : Anak harus minta izin bila hendak masuk ke bilik Ibubapa

Asas kedua : Membiasakan anak agar menundukkan pandangan dan memelihara aurat.

Asas ketiga : Memisahkan tempat tidur anak dengan saudaranya.

Asas Keempat : Tidur dengan berbaring di sisi kanan dan tidak tidur telungkup

Asas Kelima : menjauhkan anak dari bergaul dengan lawan jenis

Asasa Keenam : Anak mulai dewasa harus belajar kewajipan-kewajipan mandi dan sunah-sunahnya.

Asas Ketujuh : Menjelaskan bahagian awal surah an-nur kepada anak yang mulai dewasa

Asas Kelapan : Pendidikan seks bagi anak yang sudah dewasa dan melarang berbuat kekejian (zina).

Asas Kesembilan : Pernikahan awal

Kaedah-kaedah mendidik anak menurut nabi saw

Asas-asas kaedah yang harus dipengangi oleh kedua ibubapa dan para pendidik

1. Keteladan yang baik

2. Waktu yang tepat memberikan bimbingan

3. Bersikap adil dan sama terhadap sesama anak.

4. Memenuhi hak-hak anak

5. Mendoakan anak

6. Membelikan alat permainan untuk anak

7. Membantu anak untuk berbuat baik dan patuh.

8. Menjauhi banyak mencela.

Asas-asas kaedah pemikiran yang berpengaruh terhadap pemikiran anak

  1. Membawakan kisah
  2. Bercakap secara langsung
  3. Bercakap kepada anak sesuai mengikut kemampuan akalnya.
  4. Perbincangan yang dingin
  5. Mengajarkan keperibadian nabi untuk diteladani.
  6. Kaedah pengalaman praktis
link terkait :

Anak Kecil Hafal QUran

Anak Kecil Hafal QUran
Jika Anda seorang muslim, pada usia berapa Anda belajar membaca Al Quran, dan berapa juz yang Anda hafal? Umumnya anak-anak muslim di Indonesia mulai belajar mengaji pada usia sekolah dasar. Dulu, orang tua memanggil ustadz/ustadzah ke rumah untuk mengajar anak-anaknya mengaji.
Namun kini, seiring maraknya Taman Pendidikan Al Quran (TPA) dan ditemukannya metode belajar cepat baca Al Quran, orang tua memasukkan anak-anaknya ke TPA untuk belajar membaca dan menulis Al Quran. Hasilnya, anak-anak muslim saat ini sudah banyak yang melek huruf Al Quran dan hafal juz amma (juz 30), yang terdiri dari surah-surah pendek yang mudah dihafal.
Tapi tak banyak produk TPA yang menjadi hafiz (penghafal Al Quran), karena TPA tidak didesain untuk mencetak hafiz, dan program menjadi hafiz biasanya ditangani pesantren-pesantren Al Quran.Buku ini menceritakan kisah seorang anak Iran bernama Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, yang mulai belajar Al Quran pada usia 2 tahun, dan berhasil hafal 30 juz dalam usia 5 tahun! Pada usia sebelia itu dia tidak hanya mampu menghafal seluruh isi Al Quran, tapi juga mampu menerjemahkan arti setiap ayat ke dalam bahasa ibunya (Persia), memahami makna ayat-ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari.
Bahkan dia mampu mengetahui dengan pasti di halaman berapa letak suatu ayat, dan di baris ke berapa, di kiri atau di sebelah kanan halaman Al Quran. Dia mampu secara berurutan menyebutkan ayat-ayat pertama dari setiap halaman Al Quran, atau menyebutkan ayat-ayat dalam satu halaman secara terbalik, mulai dari ayat terakhir ke ayat pertama (hal 18).
Yang lebih mengagumkan lagi, di usia 7 tahun Husein berhasil meraih gelar doktor honoris causa dari Hijaz College Islamic University, Inggris, pada Februari 1998. Saat itu, Husein menjalani ujian selama 210 menit, dalam dua kali pertemuan. Ujian yang harus dilaluinya meliputi lima bidang. Yakni, menghafal Al Quran dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibu, menerangkan topik ayat Al Quran, menafsirkan dan menerangkan ayat Al Quran dengan menggunakan ayat lainnya, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat Al Quran, dan metode menerangkan makna Al Quran dengan metode isyarat tangan.
Setelah ujian selesai, tim penguji memberitahukan bahwa nilai yang berhasil diraih bocah itu adalah 93. Menurut standar yang ditetapkan Hijaz College, peraih nilai 60-70 akan diberi sertifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan, 80-90 magister kehormatan, dan di atas 90 doktor kehormatan (honoris causa). Pada 19 Februari 1998, bocah Iran tersebut menerima ijazah doktor honoris causa dalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran (hal 12-14).
Selama di Inggris, Husein juga diundang dalam berbagai majelis yang diadakan komunitas muslim setempat. Umumnya hadirin ingin menguji kemampuan bocah ajaib tersebut. Uniknya, Husein menjawab semua pertanyaan dengan mengutip ayat Al Quran. Contohnya, dalam satu forum seseorang bertanya, “Bagaimana pendapatmu tentang budaya Barat?” Husein menjawab, “(Mereka) menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya.” (QS 19:59).
Penanya lain bertanya, “Apa yang dilakukan Imam Khomeini terhadap Iran?” Husein menjelaskan, “(Dia) membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS 7:15). Maksudnya, pada masa pemerintahan monarki, rakyat Iran terbelenggu dan tertindas. Lalu Imam Khomeini memimpin revolusi untuk membebaskan rakyat dari belenggu dan penindasan. (hal 19)
Membaca buku ini jangan hanya terpukau pada kemampuan ajaib seorang Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, yang oleh orang Iran dijuluki sebagai “mukjizat abad 20″. Namun yang terpenting adalah mengetahui proses pendidikan Al Quran yang dia jalani sehingga bisa menguasai isi kitab suci dalam usia yang masih belia.
Untuk kasus Husein, proses pendidikan Al Quran telah dimulai sejak dia masih dalam kandungan. Orang tua Husein menikah ketika mereka masing-masing berusia 17 tahun, dan setelah menikah keduanya bersama-sama berusaha menghafal Al Quran. Tekad itu akhirnya tercapai enam tahun kemudian, ketika mereka berhasil menghafal 30 juz Al Quran. Dalam proses menghafal itu, keduanya membentuk kelompok khusus penghafalan Al Quran. Dalam kelompok itu, secara teratur dan terprogram, orang tua Husein dan rekan-rekannya yang juga berkeinginan untuk menghafal Al Quran, bersama-sama mengulang hafalan, mengevaluasi dan menambah hafalan. Orang tua Husein juga mendirikan kelas-kelas pelajaran Al Quran yang diikuti oleh para pencinta Al Quran.
Seiring dengan kegiatan belajar dan mengajar Al Quran orang tuanya, Husein dan saudara-saudaranya tumbuh besar. Husein sejak kecil selalu diajak ibunya untuk menghadiri kelas-kelas Al Quran. Meskipun di kelas-kelas itu Husein hanya duduk mendengarkan, namun ternyata dia menyerap isi pelajaran. Pada usia 2 tahun 4 bulan, Husein sudah menghafal juz ke-30 (juz amma) secara otodidak, hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti aktivitas ibunya yang menjadi penghafal dan pengajar Al Quran, serta aktivitas kakak-kakaknya dalam mengulang-ulang hafalan mereka. Melihat bakat istimewa Husein, ayahnya, Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba’i, pun secara serius mengajarkan hafalan Al Quran juz ke-29.
Setelah Husein berhasil menghafal juz ke-29, dia mulai diajari hafalan juz pertama oleh ayahnya. Awalnya, sang ayah menggunakan metode biasa, yakni membacakan ayat-ayat yang harus dihafal, biasanya setengah halaman dalam sehari dan setiap pekan. Namun ayahnya menyadari bahwa metode seperti itu memiliki dua persoalan. Pertama, ketidakmampuan Husein membaca Al Quran membuatnya sangat tergantung kepada ayahnya dalam mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah dihafal.
Kedua, metode penghafalan Al Quran secara konvensional ini sangat ‘kering’ dan tidak cocok bagi psikologis anak usia balita. Selain itu, Husein tidak bisa memahami dengan baik makna ayat-ayat yang dihafalnya karena banyak konsep-konsep yang abstrak, yang sulit dipahami anak balita.
Untuk menyelesaikan persoalan pertama, Husein mulai diajari membaca Al Quran , agar dia bisa mengecek sendiri hafalannya. Untuk menyelesaikan persoalan kedua, ayah Husein menciptakan metode sendiri untuk mengajarkan makna ayat-ayat Al Quran, yaitu dengan menggunakan isyarat tangan. Misalnya, kata Allah, tangan menunjuk ke atas, kata yuhibbu (mencintai) , tangan seperti memeluk sesuatu, dan kata sulh (berdamai), dua tangan saling berpegangan.
Ayah Husein biasanya akan menceritakan makna suatu ayat secara keseluruhan dengan bahasa sederhana kepada Husein. Kemudian dia akan mengucapkan ayat itu sambil melakukan gerakan-gerakan tangan yang mengisyaratkan makna ayat.
Metode ini sedemikian berpengaruhnya pada kemajuan Husein dalam menguasai ayat-ayat Al Quran sehingga dengan mudah dia mampu menerjemahkan ayat-ayat itu ke dalam bahasa Persia dan mampu menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari (hal 21-26).
Pembaca juga perlu menyimak pengakuan Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba’i, yang menampik pendapat yang mengatakan anaknya istimewa. Menurut Mahdi, Husein memiliki kemampuan di atas rata-rata, dan setiap anak bisa saja dididik untuk memiliki kemampuan seperti Husein. Namun, tentu saja, prakondisi dan kondisinya haruslah lengkap. Misalnya, sejak sebelum masa kehamilan, kedua orang tua Husein sudah mulai menghafal Al Quran. Selama masa kehamilan dan menyusui, ibunda Husein juga teratur membacakan ayat-ayat suci untuk putranya. Dan sejak kecil Husein sudah dibesarkan dalam lingkungan yang cinta Al Quran.
Ayahanda Husein juga berpesan, bila orang tua menginginkan anaknya jadi pencinta Al Quran dan penghafal Al Quran, langkah pertama yang harus dilakukan adalah orang tua terlebih dahulu juga mencintai Al Quran dan rajin membacanya di rumah. Husein sejak matanya bisa menatap dunia telah melihat Al Quran, mendengarkan bacaan Al Quran, dan akhirnya menjadi akrab dengan Al Quran (hal 38-40).
Bila ditinjau dari usia Husein saat ini yang sudah menginjak 16 tahun, buku ini terbilang terlambat diterbitkan. Harusnya diterbitkan 9 tahun lalu, saat Husein berusia 7 tahun dan meraih doktor honoris causa dari Hijaz College Islamic University.
Sekalipun tokoh yang ditulis sudah bukan anak-anak lagi, namun buku ini tetap menarik untuk dibaca, khususnya bagi keluarga muslim yang mendambakan generasi qurani, yang mencintai Al Quran dan hidup sesuai tuntunan Al Quran.
Membaca buku ini bisa menambah motivasi keluarga muslim untuk makin mencintai Al Quran. Bukan hanya orang tua, anak-anak pun perlu membacanya karena teladan Husein bisa memotivasi mereka makin giat belajar Al Quran. Syukur-syukur bisa menjadi hafiz cilik seperti Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i.
Bagi para remaja, perlu disimak pesan Husein tentang cara pandang seorang remaja terhadap Al Quran. Menurut dia, pandangan seorang remaja terhadap Al Quran haruslah seperti pandangan terhadap minyak wangi. Ketika kita keluar rumah, tentu kita selalu ingin wangi dan menggunakan minyak wangi. Kita juga harus berusaha mengharumkan jiwa dengan membaca dan menghayati Al Quran. Seorang remaja, kata Husein, harus menyimpan Al Quran di dadanya supaya sedikit demi sedikit perilaku dan pembicaraannya dipengaruhi oleh Al Quran.
Link terkait :

Anak Kecil Hafal al-QUran

Anak Kecil Hafal al-QUran
Jika Anda seorang muslim, pada usia berapa Anda belajar membaca Al Quran, dan berapa juz yang Anda hafal? Umumnya anak-anak muslim di Indonesia mulai belajar mengaji pada usia sekolah dasar. Dulu, orang tua memanggil ustadz/ustadzah ke rumah untuk mengajar anak-anaknya mengaji.
Namun kini, seiring maraknya Taman Pendidikan Al Quran (TPA) dan ditemukannya metode belajar cepat baca Al Quran, orang tua memasukkan anak-anaknya ke TPA untuk belajar membaca dan menulis Al Quran. Hasilnya, anak-anak muslim saat ini sudah banyak yang melek huruf Al Quran dan hafal juz amma (juz 30), yang terdiri dari surah-surah pendek yang mudah dihafal.
Tapi tak banyak produk TPA yang menjadi hafiz (penghafal Al Quran), karena TPA tidak didesain untuk mencetak hafiz, dan program menjadi hafiz biasanya ditangani pesantren-pesantren Al Quran.Buku ini menceritakan kisah seorang anak Iran bernama Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, yang mulai belajar Al Quran pada usia 2 tahun, dan berhasil hafal 30 juz dalam usia 5 tahun! Pada usia sebelia itu dia tidak hanya mampu menghafal seluruh isi Al Quran, tapi juga mampu menerjemahkan arti setiap ayat ke dalam bahasa ibunya (Persia), memahami makna ayat-ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari.
Bahkan dia mampu mengetahui dengan pasti di halaman berapa letak suatu ayat, dan di baris ke berapa, di kiri atau di sebelah kanan halaman Al Quran. Dia mampu secara berurutan menyebutkan ayat-ayat pertama dari setiap halaman Al Quran, atau menyebutkan ayat-ayat dalam satu halaman secara terbalik, mulai dari ayat terakhir ke ayat pertama (hal 18).
Yang lebih mengagumkan lagi, di usia 7 tahun Husein berhasil meraih gelar doktor honoris causa dari Hijaz College Islamic University, Inggris, pada Februari 1998. Saat itu, Husein menjalani ujian selama 210 menit, dalam dua kali pertemuan. Ujian yang harus dilaluinya meliputi lima bidang. Yakni, menghafal Al Quran dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibu, menerangkan topik ayat Al Quran, menafsirkan dan menerangkan ayat Al Quran dengan menggunakan ayat lainnya, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat Al Quran, dan metode menerangkan makna Al Quran dengan metode isyarat tangan.
Setelah ujian selesai, tim penguji memberitahukan bahwa nilai yang berhasil diraih bocah itu adalah 93. Menurut standar yang ditetapkan Hijaz College, peraih nilai 60-70 akan diberi sertifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan, 80-90 magister kehormatan, dan di atas 90 doktor kehormatan (honoris causa). Pada 19 Februari 1998, bocah Iran tersebut menerima ijazah doktor honoris causa dalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran (hal 12-14).
Selama di Inggris, Husein juga diundang dalam berbagai majelis yang diadakan komunitas muslim setempat. Umumnya hadirin ingin menguji kemampuan bocah ajaib tersebut. Uniknya, Husein menjawab semua pertanyaan dengan mengutip ayat Al Quran. Contohnya, dalam satu forum seseorang bertanya, “Bagaimana pendapatmu tentang budaya Barat?” Husein menjawab, “(Mereka) menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya.” (QS 19:59).
Penanya lain bertanya, “Apa yang dilakukan Imam Khomeini terhadap Iran?” Husein menjelaskan, “(Dia) membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS 7:15). Maksudnya, pada masa pemerintahan monarki, rakyat Iran terbelenggu dan tertindas. Lalu Imam Khomeini memimpin revolusi untuk membebaskan rakyat dari belenggu dan penindasan. (hal 19)
Membaca buku ini jangan hanya terpukau pada kemampuan ajaib seorang Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, yang oleh orang Iran dijuluki sebagai “mukjizat abad 20″. Namun yang terpenting adalah mengetahui proses pendidikan Al Quran yang dia jalani sehingga bisa menguasai isi kitab suci dalam usia yang masih belia.
Untuk kasus Husein, proses pendidikan Al Quran telah dimulai sejak dia masih dalam kandungan. Orang tua Husein menikah ketika mereka masing-masing berusia 17 tahun, dan setelah menikah keduanya bersama-sama berusaha menghafal Al Quran. Tekad itu akhirnya tercapai enam tahun kemudian, ketika mereka berhasil menghafal 30 juz Al Quran. Dalam proses menghafal itu, keduanya membentuk kelompok khusus penghafalan Al Quran. Dalam kelompok itu, secara teratur dan terprogram, orang tua Husein dan rekan-rekannya yang juga berkeinginan untuk menghafal Al Quran, bersama-sama mengulang hafalan, mengevaluasi dan menambah hafalan. Orang tua Husein juga mendirikan kelas-kelas pelajaran Al Quran yang diikuti oleh para pencinta Al Quran.
Seiring dengan kegiatan belajar dan mengajar Al Quran orang tuanya, Husein dan saudara-saudaranya tumbuh besar. Husein sejak kecil selalu diajak ibunya untuk menghadiri kelas-kelas Al Quran. Meskipun di kelas-kelas itu Husein hanya duduk mendengarkan, namun ternyata dia menyerap isi pelajaran. Pada usia 2 tahun 4 bulan, Husein sudah menghafal juz ke-30 (juz amma) secara otodidak, hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti aktivitas ibunya yang menjadi penghafal dan pengajar Al Quran, serta aktivitas kakak-kakaknya dalam mengulang-ulang hafalan mereka. Melihat bakat istimewa Husein, ayahnya, Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba’i, pun secara serius mengajarkan hafalan Al Quran juz ke-29.
Setelah Husein berhasil menghafal juz ke-29, dia mulai diajari hafalan juz pertama oleh ayahnya. Awalnya, sang ayah menggunakan metode biasa, yakni membacakan ayat-ayat yang harus dihafal, biasanya setengah halaman dalam sehari dan setiap pekan. Namun ayahnya menyadari bahwa metode seperti itu memiliki dua persoalan. Pertama, ketidakmampuan Husein membaca Al Quran membuatnya sangat tergantung kepada ayahnya dalam mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah dihafal.
Kedua, metode penghafalan Al Quran secara konvensional ini sangat ‘kering’ dan tidak cocok bagi psikologis anak usia balita. Selain itu, Husein tidak bisa memahami dengan baik makna ayat-ayat yang dihafalnya karena banyak konsep-konsep yang abstrak, yang sulit dipahami anak balita.
Untuk menyelesaikan persoalan pertama, Husein mulai diajari membaca Al Quran , agar dia bisa mengecek sendiri hafalannya. Untuk menyelesaikan persoalan kedua, ayah Husein menciptakan metode sendiri untuk mengajarkan makna ayat-ayat Al Quran, yaitu dengan menggunakan isyarat tangan. Misalnya, kata Allah, tangan menunjuk ke atas, kata yuhibbu (mencintai) , tangan seperti memeluk sesuatu, dan kata sulh (berdamai), dua tangan saling berpegangan.
Ayah Husein biasanya akan menceritakan makna suatu ayat secara keseluruhan dengan bahasa sederhana kepada Husein. Kemudian dia akan mengucapkan ayat itu sambil melakukan gerakan-gerakan tangan yang mengisyaratkan makna ayat.
Metode ini sedemikian berpengaruhnya pada kemajuan Husein dalam menguasai ayat-ayat Al Quran sehingga dengan mudah dia mampu menerjemahkan ayat-ayat itu ke dalam bahasa Persia dan mampu menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari (hal 21-26).
Pembaca juga perlu menyimak pengakuan Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba’i, yang menampik pendapat yang mengatakan anaknya istimewa. Menurut Mahdi, Husein memiliki kemampuan di atas rata-rata, dan setiap anak bisa saja dididik untuk memiliki kemampuan seperti Husein. Namun, tentu saja, prakondisi dan kondisinya haruslah lengkap. Misalnya, sejak sebelum masa kehamilan, kedua orang tua Husein sudah mulai menghafal Al Quran. Selama masa kehamilan dan menyusui, ibunda Husein juga teratur membacakan ayat-ayat suci untuk putranya. Dan sejak kecil Husein sudah dibesarkan dalam lingkungan yang cinta Al Quran.
Ayahanda Husein juga berpesan, bila orang tua menginginkan anaknya jadi pencinta Al Quran dan penghafal Al Quran, langkah pertama yang harus dilakukan adalah orang tua terlebih dahulu juga mencintai Al Quran dan rajin membacanya di rumah. Husein sejak matanya bisa menatap dunia telah melihat Al Quran, mendengarkan bacaan Al Quran, dan akhirnya menjadi akrab dengan Al Quran (hal 38-40).
Bila ditinjau dari usia Husein saat ini yang sudah menginjak 16 tahun, buku ini terbilang terlambat diterbitkan. Harusnya diterbitkan 9 tahun lalu, saat Husein berusia 7 tahun dan meraih doktor honoris causa dari Hijaz College Islamic University.
Sekalipun tokoh yang ditulis sudah bukan anak-anak lagi, namun buku ini tetap menarik untuk dibaca, khususnya bagi keluarga muslim yang mendambakan generasi qurani, yang mencintai Al Quran dan hidup sesuai tuntunan Al Quran.
Membaca buku ini bisa menambah motivasi keluarga muslim untuk makin mencintai Al Quran. Bukan hanya orang tua, anak-anak pun perlu membacanya karena teladan Husein bisa memotivasi mereka makin giat belajar Al Quran. Syukur-syukur bisa menjadi hafiz cilik seperti Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i.
Bagi para remaja, perlu disimak pesan Husein tentang cara pandang seorang remaja terhadap Al Quran. Menurut dia, pandangan seorang remaja terhadap Al Quran haruslah seperti pandangan terhadap minyak wangi. Ketika kita keluar rumah, tentu kita selalu ingin wangi dan menggunakan minyak wangi. Kita juga harus berusaha mengharumkan jiwa dengan membaca dan menghayati Al Quran. Seorang remaja, kata Husein, harus menyimpan Al Quran di dadanya supaya sedikit demi sedikit perilaku dan pembicaraannya dipengaruhi oleh Al Quran.

SYARAT PENDAFTARAN SISWA / SANTRI BARU

SYARAT PENDAFTARAN
SISWA / SANTRI BARU

Nama : …………………………..
Kelas : …………………………..

I. Persyaratan Umum
1. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,-
2. Mengisi formulir pendaftaran
3. Menyerahkan formulir pendaftaran dengan lengkap
 Foto Coppy Ijazah RA/TK 2 Lembar
 Akta kelahiran 2 lembar
 Pas foto Ukuran 3 x 4 = 6 lembar
 menyerahkanRaport (bagi pindahan)
 menyerahkan surat pindah dari sekolah sebelumnya (bagi pindahan)
 daftar ulang dan melunasi Administrasi
II. Persyaratan Khusus
1. Wali santri dan santri datang sendiri ke tempat pendaftaran
2. Siswa / siswi tidak cacat fisik maupun mental
3. Membawa surat keterangan dokter
4. Sanggup di Asramakan

Link terkait :

AKTIFITAS HARIAN ASRAMA

AKTIFITAS HARIAN ASRAMA

NO

WAKTU

KEGIATAN

1

04.30-05.00

Jama’ah Sholat Subuh

2

05.00-06.00

Pelajaran Tahfidzul Qur’an

3

06.00-06.30

Kegiatan MCK

4

06.30-12.00

Proses belajar mengajar di sekolah (kurikulum Diknas)

5

12.00-12.15

Jama’ah sholat dhuhur

6

12.15-12.30

Makan siang

7

12.30-15.00

Istirahat (tidur siang)

8

15.00-15.15

Kegiatan MCK

9

15.15-15.30

Jama’ah Sholat Ashar

10

15.30-16.00

Lughoh bahasa Arab / Inggris

11

16.00-17.00

Proses belajar mengajar Al-Qur’an (diniah/TPQ)

12

17.00-18.00

Makan sore

13

18.00-18.15

Jama’ah sholat maghrib

14

18.15-19.30

Proses belajar mengajar tahfidzul qur’an

15

19.30-19.45

Jama’ah sholat isya’

16

19.45-20.00

Menikmati makanan ringan (snack)

17

20.00-21.00

Belajar malam (pelajaran umum)

18

21.00-04.30

Istirahat (tidur malam)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo